“Disaat mereka berkumpul menyelesaikan hasil karyanya itulah, terkadang
Rusmini menyampaikan penyuluhan tentang kesehatan”
Pati.Menjadi seorang bidan yang dinas di desa, harus
pandai-pandai mengambil hati masyarakat untuk memperoleh kepercayaan. Tidak
hanya itu, untuk menjadi sahabat para warga, harus memanfaatkan berbagai
keahlian yang melibatkan masyarakat. Maklumlah, warga pedesaan pada umumnya
hanya sebagai ibu rumah tangga dan bertani. Sehingga jika memberi kegiatan,
paling tidak harus saling menguntungkan.
Adalah Rusmini,
seorang bidan desa yang berdinas di desa
Sukolilo, Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati, Jawa tengah. Perempuan berkerudung
ini mempunya cara tersendiri untuk mendekatkan diri kepada masyarakat. Para ibu
di wilayah binaannya banyak yang menganggur lepas musim tanam. “Saya melihat
kesempatan yang sangat bagus, untuk membina ibu-ibu ini tanpa membebani
mereka,” tutur Rusmini.
Pilihan Rusmini jatuh pada pemanfaatan limbah kain
perca. Banyak sisa kain yang terbuang percuma. Padahal jika dimanfaatkan, mampu
menghasilkan rupiah yang tidak sedikit. Semangat, kejelian dan inovasi dalam
mengolah limbah perca menjadi sesuatu yang berguna, sepertinya menggugah minat
seorang bidan desa ini.
Rusmini
berfikiran, dengan memberi kegiatan yag bermanfaat, apalagi menguntungkan dia
yakin akan semakin mudah menyampaikan program pemerintah tentang kesehatan
kepada masyarakat. Selain itu, juga menjaga lingkungan dengan mendaur ulang
limbah. “Tidak mungkin para ibu ini mau melakukan sesuatu yang menyita waktunya
dengan kegiatan yang menghasilkan,” imbuhnya. Dengan penuh keyakinan, Rusmini
mengawali niatannya itu beberapa bulan lalu. Awal mulanya dia hanya mengajak
beberapa orang untuk diajari membuat keset dari limbah kain perca. Langkah awal
memang hanya enam orang. Itu pun dilakukan disela-sela kesibukan mereka
mengurus rumah tangga.
Meski
belum terlalu sempurna, hasil pekerjaan itu Rusmini tawarkan ke beberapa
kenalannya. Hasilnya sungguh diluar dugaan, keset itu laku dijual. Mendapati
hal seperti itu, semangat para ibu ini semakin tumbuh besar. Seiring dengan
itu, pesanan sedikit demi sedikit mulai berdatangan. Akhirnya Rusmini pun
melibatkan lebih banyak lagi kaum ibu disekitar desa binaannya, untuk dilatih
cara pembuatan keset.
Memanfaatkan
teras rumahnya, saat ini sudah ada sekitar tiga puluh perempuan yang ikut dalam
kegiatan pembuatan keset kain perca tersebut. Membuat keset mereka lakukan
diwaktu senggang, setelah semua urusan rumah tangga selesai. Bahkan pekerjaan
tersebut tidak jarang dilakoni sekaligus dengan mengasuh para anak mereka.
Pekerjaan ini memang membutuhkan kesabaran dan ketelitian. Seperti yang
dikatakan oleh Semi, salah seorang ibu yang ikut membuat keset, bagian yang
paling sulit adalah pada tahap kerapian dan kepandaian membuat motif.
“Kalau motif
dan warnanya tidak sesuai, hasilnya ya nggak enak
dilihat. Pokoknya kuncinya hanya satu, yaitu sabar,” kata Semi dengan bahasa jawa logat Pati yang sangat kental.
Teras Rumah Rusmini menjadi tempat produksi |
Disaat
mereka berkumpul menyelesaikan hasil karyanya itulah, terkadang Rusmini
menyampaikan penyuluhan tentang kesehatan kepada para ibu tersebut. Tidak
jarang ditengah pekerjaannya diselingi beberapa pertanyaan yang menyangkut
materi penyuluhan yang disampaikan. Suasana santai dan akrab benar-benar
terasa. Bagi Rusmini, mengakrabkan dan menjadikan situasi cair menjadi penentu
keberhasilan setiap usahanya. Para ibu ini kelihatan sagat bersungguh-sungguh
dalam menyelesaikan karyanya. Diselingi senda gurau, mereka menata helai demi
helai kain perca yang beraneka warna, mengikuti pola yang sudah ditentukan.
Mereka seolah-olah sudah ahli dalam pekerjaannya itu. Tidak jarang, di tengah
kesibukannya, anak yang mereka bawa menangis. Pekerjaan pun dihentikan untuk
menenangkan sikecil terlebih dahulu. Terkadang, ada juga diantara mereka yang
membawa pulang bahan-bahannya untuk dikerjakan di rumah. “Inikan pekerjaan
sambilan yang menghasilkan. Jadi ya tidak
apa-apa kalau mau dikerjakan di rumah,” kata Rusmini. Baginya yang paling
penting adalah penyuluhan kepada ibu-ibu warga desa binaannya bisa mencapai
sasaran dan dimengerti.
Rusmini
membina perempuan di desa Sukolilo, kecamatan Sukolilo sebagai bidan desa
dengan kegiatan membuat keset ini, sudah berjalan kurang lebih satu tahun.
Rentang waktu yang belum bisa dikatakan lama ini, telah membuahkan hasil yang
cukup memuaskan. Bagi sebagian kalangan, membina warga Sukolilo dianggap hal
yang lumayan sulit. Namun bagi Rusmini, hal itu menjadi pemacu semangat
tersendiri. Hal itu bisa dia buktikan dengan memberi kegiatan yang
menghasilkan, dan sekaligus sebagai sarana penyuluhan.
Untuk
mendapatkan limbah kain perca, menurut Rusmini tidaklah sulit. Dia mendapatkan
bahan-bahan sisa dari perusahaan konfeksi di Kudus. Sedangkan karung goni yang
dijadikan media adalah bahan bekas juga. “Usaha ini nyaris tidak membutuhkan
modal besar untuk bahan bakunya,” imbuhnya. Biasanya setiap pengrajin
menghadapi kendala pada pemasaran, namun untuk keset dari limbah kain perca ini
hampir tidak ada kendala. Hingga saat ini para pembeli mengambil sendiri ke
desa mereka. Selain itu pesanan pun bisa dipastikan selalu ada.
Sepertinya Rusmini tidak hanya memberikan harapan semu
bagi ibu-ibu warga binaannya. Untuk membesarkan usaha ibu-ibu desa Sukolilo
itu, kini mereka membentuk Kelompok Usaha Bersama. “Dengan kelompok ini kami
berharap usaha para ibu ini bisa lebih berkembang,” tutur Rusmini.
Mengisi waktu luang, para ibu diberi kegiatan yang menghasilkan |
Hingga
saat ini, pemasaran keset dari limbah kain perca tersebut sudah sampai ke Semarang,
Jawa timur bahkan Jawa barat. Harga untuk satu buah keset besar ukuran 40 x 60
centimeter cukup murah, yaitu Rp. 45 ribu rupiah,
sedangkan yang berukuran kecil hanya dihargai
Rp. 35 ribu.
Rusmini
adalah contoh bidan desa yang tidak mau menyerah pada keadaan. Dengan segala
kekurangan dan kelebihan daerah binaannya, dia mampu merobah pola fikir dan
pola hidup masyarakat desa Sukolilo melalui kaum perempuan. (nug)
No comments:
Post a Comment